Autoimun merupakan kondisi kesehatan di mana sistem kekebalan tubuh kehilangan kemampuan membedakan zat asing dan membahayakan tubuh dengan sel-sel tubuh penderitanya.
Akibatnya muncul masalah kesehatan kronis, bahkan kematian jika menyerang organ yang memiliki peran vital.
Orang dengan autoimun (ODAI) adalah sebutan untuk orang-orang yang hidup dengan kondisi autoimunitas.
ODAI kelompok yang rentan terkena COVID-19 karena tubuhnya mengalami gangguan imunologi serta mudah terjadi peradangan atau inflamasi.
“Autoimun adalah ancaman nyata bagi masyarakat Indonesia.
Orang dengan autoimun produktivitasnya menurun, hanya mampu beraktivitas 5-6 jam sehari dengan keluhan seperti nyeri sendi, mudah lelah, rambut rontok, sering sariawan, demam yang tidak beraturan, dan sebagainya.
Sementara penyakit ini belum dapat disembuhkan,” kata Marisza Cardoba, pendiri Marisza Cardoba Foundation (MCF) yang juga ODAI.
5 dasar pentingDia memaparkan lima dasar hidup sehat untuk orang-orang dengan penyakit autoimun demi meningkatkan kualitas hidup agar dapat beraktivitas secara normal.
Pertama, menjalani gaya hidup sehat dengan memilih makanan sehat, memeriksa kesehatan secara berkala, serta menjaga kebersihan.
Kedua, aktif mandiri dengan cara berolahraga 30 menit setiap hari serta menanam bahan pangan sendiri.
Ketiga, mengendalikan stres lewat ibadah, melakukan komunikasi positif, serta manajemen waktu.
Keempat, terus belajar dengan cara bergabung dengan komunitas pembelajar, mengetahui hak dan kewajiban pasien serta informasi obat (polifarmasi), juga mengelola keuangan dengan baik.
Kelima, hidup positif dengan cara tersenyum, menyeimbangkan otak serta bekerja secara cerdas.
Prof.
Dr.
dr.
Aru W.
Sudoyo, Sp.PD, KHOM, salah satu Pendiri dan Ketua Dewan Pengawas Marisza Cardoba Foundation mengatakan, “Autoimun memang penyakit yang bisa mematikan namun bisa dikendalikan.
Penyebabnya antara lain terpapar bahan-bahan kimia atau yang dianggap tidak natural oleh tubuh”.
Aru menjelaskan sumber bahan-bahan kimia itu antara lain dalam makanan yang ada di sekitar, yang menjadi perangsang rusaknya antibodi dalam tubuh.
“Dua generasi lalu, penyakit autoimun sangat langka.
Tapi sekarang, jumlahnya meningkat tajam.
Kebanyakan generasi muda yang menderitanya,” jelas Aru.