Kuliner Lovers Wajib Jajal Resep Ciptaan Sendiri Ini, Nasi Ponggol Khas Tegal Berbeda dari yang Lain

Bagi pecinta kuliner, menyantap makanan bukan semata soal kenyang saja bukan? Cita rasa dan keunikan yang bisa bikin lidah bergoyang adalah sensasi yang diburu saat menyantap sebuah hidangan. Hal itu pula yang coba disuguhkan oleh santapan yang satu ini, Nasi Ponggol, hidangan khas Tegal, Jawa Tengah.

Cita rasa Nasi Ponggol yang autentik tersebut, kini hadir di tengah pusat kuliner, Jalan Sabang, Jakarta Pusat. Tapi jangan salah, Nasi Ponggol di Warpong Buan, di Jalan H Agus Salim No.23A Jakarta Pusat ini punya cita rasa berbeda yang sepertinya mesti dijajal oleh pecinta kuliner. Buka 24 jam, Warpong Buan menawarkan Nasi Ponggol bercita rasa beda dengan ponggol kebanyakan. Perbedaan ini dapat dilihat dari cara maupun bumbu masak yang ia gunakan.

Kuliner Lovers Wajib Jajal Resep Ciptaan Sendiri Ini, Nasi Ponggol Khas Tegal Berbeda dari yang Lain RESEP Pesmol Kembung, Kuliner Legendaris Khas Sukabumi yang Cocok untuk Berbuka Puasa Kuliner Malam di Tegal yang Wajib Dicoba Buat Makan Malam Enak

Enak dan Gurih, Ini Lho Sate Bebek Cibeber, Kuliner Khas Cilegon Banten yang Wajib Dicoba! RESEP Yoghurt Strawberry, Referensi Kuliner Khas Bandung yang Cocok Temani saat Berbuka Puasa RESEP Nasi Hijau Khas Sukabumi, Referensi Berbuka Puasa yang Gurih, Dijamin Bikin Nagih

RESEP Es Cendol Khas Bandung, Kuliner Legendaris yang Cocok Jadi Menu Buka Puasa Ramadhan RESEP Tauco Campur Sari, Kuliner Khas Cianjur Legendaris yang Cocok Temani Waktu Berbuka Puasa Juru Masak Warpong Buan, Rudini Prabowo Hasibuan (Buan) menjelaskan, "Resep ciptaan sendiri. Ponggol itu sebetulnya terbuat dari tempe, di Tegal itu tiap kali orang makan tempe, dibuat supaya lebih enak diolah lagi dengan bumbu rempah rempah. Dari situ saya mulai belajar bikin resep sendiri. Riset kurang lebih 3 tahun. Gagal, saya olah lagi, akhirnya rasanya sangat luar biasa".

Selain tempe, ponggol yang ia ciptakan dimasak bersama lemak dan daging sapi. Durasi memasaknya pun tidak bisa dibilang sebentar. "Dimasak dengan bumbu berbagai macam rempah, bumbu rahasia, kurang lebih 12 jam, jadi per 4 jam berhenti, kemudian dimulai lagi sampai 12 jam. Tiap gigitan pasti berbeda dengan yang lain, supaya diterima semua kalangan," ujarnya. Buan menekankan, ia ingin mengangkat ponggol sebagai menu utama di Warpong Buan karena ingin mengangkat makanan tradisional menjadi makanan modern.

Mimpi Buan akhirnya menjadi kenyataan setelah dirinya bertemu dengan CEO ARA Food Philipe Kenneth. Kenneth sangat tertarik dengan ide Buan dan langsung membuka Warpong Buan di kawasan Sabang, Jakarta Pusat. "Kita sudah sukses di Jalan Sabang dengan Kopi Ko Acung. Kita ketemu juga sama Buan, di mana sisi kita sama, makanya kita jalan bareng untuk mendirikan Warpong Buan ini," ucap Kenneth. Kenneth menambahkan, Warpong Buan tidak hanya punya masakan unik. Konsep yang ditawarkan pun juga ramah lingkungan.

"Kita meminimalisir sampah sampah plastik. Makanya kita bisa lihat mejanya ini warna warni, meja dan kursi dari sampah plastik daur ulang," katanya. Ia menjelaskan, Warpong merupakan singkatan dari Warung Ponggol. Nama warung sengaja dipilih karena masakan yang dijual memiliki harga yang terjangkau. "Secara harga tujuannya untuk menjangkau, bisa dinikmati semua kalangan. Harga terendah Nasi Ponggol Rp18 ribu. Kalau komplit, ada nasi, tempe, ponggol, bakwan, ayam, dan telur itu ada di Rp40 ribu," ujarnya.

Kenneth yakin usaha kuliner ini bakalan berkembang pesat, pada beberapa tahun ke depan. Ia bahkan sudah memiliki keinginan untuk membuka cabang di luar negeri. "Makanya Warpong Buan ini kita dirikan dengan nama PT Warpong Goes to International, karena memang kita kalau ke luar negeri, sayang sekali ga banyak makanan Indonesia yang yang ditawarkan di luar negeri. Padahal sebenarnya makanan kita itu jauh lebih enak, jauh lebih kaya dari negara lain. Malah justru mereka tersebar di mana mana," ucap Kenneth. Konsep ramah lingkungan di Warpong Buan sesungguhnya muncul dari pemikiran Direktur Kampus Ministri Yayasan Akademi Teknik Mesin Industri (ATMI) Cikarang Kristiono Puspo.

Pria yang akrab dipanggil Romo Kris ini menjelaskan, konsep ramah lingkungan sebenarnya bukan hanya di meja, maupun kursi di Warpong Buan. "Hampir semua lukisan yang ada di ruangan ini juga menggunakan konsep ramah lingkungan. Pewarna di lukisan menggunakan plastik yang dilumerkan," kata Romo Kris.

Tinggalkan Balasan